Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 316 Tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional yang Bukan Hari Libur tertanggal 16 Desember 1959 yang menetapkan hari-hari nasional bersejarah bagi bangsa Indonesia. Salah satunya ialah dengan ditetapkannya Hari Pendidikan Nasional pada tanggal 2 Mei. Meskipun ditetapkan pada tahun 1959, secara efektif peringatan hari pendidikan nasional baru dilaksanakan tahun 1967 setelah Pak Harto menjabat presiden. Saat itulah pengakuan atas jasa besar Ki Hadjar Dewantara dalam meletakkan dasar-dasar sistem pendidikan nasional dinyatakan oleh Pak Harto.
Meskipun dalam keputusan presiden tersebut tidak secara tegas menyebutkan dasar-dasar penetepannya, akan tetapi secara tersirat yang dimaksud dengan tanggal 2 Mei ialah hari kelahiran Ki Hadjar Dewantara. Dapat dipastikan bahwa ada suatu alasan mengapa tanggal lahir Ki Hadjar Dewantara ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional. Alasan tersebut tentu berkaitan dengan jasa-jasa Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Nasional.

Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau Ki Hadjar Dewantara

Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (Suwardi Suryaningrat), sejak 1922 berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Pergantian nama ini adalah peralihan atau penyempurnaan watak dari satria pinandhita atau kesatria yang berjiwa pendeta ke pandhita sinatria atau pendeta yang bersedia mengangkat senjata untuk membela rakyatnya. Dengan demikian, ditinggalkannya pula gelar kebangsawanannya, yang dirasa akan menjadi penghalang untuk berdekatan dengan “wong cilik”. 
Beliau lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889 dan meninggal dunia pada tanggal 26 April 1959. Kancah perjuangan Ki Hadjar Dewantara meliputi dunia politik, jurnalistik, dan pendidikan. Pada dunia politik dan jurnalistik, Beliau lebih dikenal sebagai R.M. Suwardi Suryaningrat.
Pada tanggal 25 Desember 1912, berdirilah Indische Partij sebagai organisasi pendukung gagasan revolusioner nasional. “Partai Hindia” ini didirikan oleh Douwes Dekker (Danudirdjo Setyabudhi) serta diperlengkap dengan bergabungnya dua orang Jawa yaitu Dr. Tjipto Mangunkusumo dan R. M. Suwardi Suryaningrat, atau yang lebih dikenal sebagai Tiga Serangkai.
Salah satu tulisan R.M. Suwardi Suryaningrat yang paling terkenal yang dimuat dalam surat kabar De Express dibawah pimpinan DD, 13 Juli 1913. Tulisannya yang berupa risalah yang berjudul "Seandainya Aku Seorang Belanda" (judul asli: "Als ik een Nederlander was"),yang isinya merupakan sindiran tajam atas ketidak-adilan di daerah jajahan.  Karena keanggotaannya dalam Indische Partij  dan aktivitasnya yang menetang usaha-usaha perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda atas jajahan Perancis dengan tulisannya tersebut, maka ia diasingkan ke negeri Belanda bersama Dr. Tjipto Mangunkusumo dan E.F.E. Douwes Dekker (Danudirdjo Setyabudhi) pada tahun 1913.
Dalam pengasingan pada tahun 1913-1919 tersebut, Beliau aktif dalam organisasi para pelajar asal Indonesia yaitu Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia). Di sinilah Beliau merintis cita-citanya memajukan kaum pribumi dengan belajar ilmu pendidikan hingga memperoleh Europeesche Akte, suatu ijazah pendidikan yang bergengsi. Dalam studinya ini, Beliau terpikat pada ide-ide sejumlah tokoh pendidikan Barat, seperti Froebel dan Montessori. Beliau juga mengadakan orientasi tentang Santi Ni Setan  ciptaan Tagore di India sebagai pergerakan pendidikan India. Pengaruh-pengaruh tersebut juga mendasari Beliau dalam mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.
Sepulang dari pengangsingan, Beliau bergabung dengan suatu kelompok mistik Jawa di Yogyakarta yaitu “Gerombolan Selasa Kliwon”. Gerombolan itu terdiri dari R.M. Suwardi Suryaningrat,, R.M. Sutatmo Surjokusumo, R.M.H. Soorjo Poetro dan Ki Pronowidigdo, yang dibawah pimpinan Pangeran Surjomataram mempelajari soal-soal kebatinan. Kelompok mistik ini menganggap perlu diciptakannya suau sistem pendidikan yang benar-benar bersifat pribumi (yakni yang nonpemerintah dan non-Islam). Oleh karena itu, pada tahun 1922, Suwardi, yang kini memakai nama baru Ki Hadjar Dewantara, mendirikan sekolah Taman Siswa yang pertama di Yogyakarta, yang memadukan pendidikan gaya Eropa yang modern dengan seni-seni Jawa tradisional. Setelah Taman Siswa berdiri, maka mereka membubarkan diri, karena berpendapat dengan lahirnya Taman Siswa itu terwujudlah sudah cita-cita mereka.

Bapak Pendidikan Nasional

Perjuangan Ki Hadjar Dewantara sebagai perintis pendidikan nasional diwujudkan dalam bentuk pendirian Perguruan Nasional Tamansiswa pada 3 Juli 1922. Mewujudkan sebuah lembaga nasional pada saat masih dalam cengkraman kekuasaan kolonial bukan saja tindakan sangat berani tetapi juga penuh resiko.
Memang, sebelum Ki Hadjar Dewantara mendirikan Tamansiswa sudah ada usaha mencerdaskan anak-anak bangsa melalui pendidikan. Sebut saja RA Kartini, Wahidin Sudiro Husodo, Moch Syafei, KH Hasyim Ashari, KH Ahmad Dahlan, tokoh-tokoh pendidikan kristen, katolik dan pesantren adalah beberapa di antaranya. Tetapi yang menyebut nama dan dasar serta sistem nasional dan kemudian mewujudkan dan melaksanakan, belum ada.
Datanglah suatu masa kesadaran pendidikan nasional. Ketika kalangan menengah ke atas pribumi gagal menyekolahkan anak-anaknya karena Departemen Pengajaran (kolonial) tidak mampu menyediakan sekolah untuk mereka, maka didirikanlah sekolah swasta. Sekolah tersebut sistem dan isi pengajarannya tidak berbeda dengan sekolah pemerintah (kolonial). Tujuannya tiada lain agar anak-anak mereka fasih berbahasa Belanda untuk mendapatkan jabatan dan gaji yang baik di kemudian hari. Saat itu tidaklah terpikirkan meningkatkan kebudayaandan kepribadian bangsa sendiri. Itulah yang menjadi dasar pertimbangan utama Ki Hadjar Dewantara untuk mewujudkan sebuah sistem pendidikan nasional yang tidak untuk kepentingan kolonialisme. Tujuan utamanya ialah menanamkan jiwa merdeka bagi anak-anak bangsa pribumi. Dengan tiada menolak apa yang asing yang berguna untuk memperkaya jiwa bangsanya, ditumpukan pendidikan pada usaha membangun jati diri bangsa.
Atas jasa-jasanya dalam merintis pendidikan umum, Beliau pun dinyatakan sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia[ dan hari kelahirannya dijadikan Hari Pendidikan Nasional. Jadi, apakah sudah tepat Hardiknas diperingati pada tanggal 2 Mei? Saya rasa tepat, jika mengingat seberapa besar kontribusi Ki Hadjar Dewantara dalam pendidikan nasional di Indonesia.

Sumber:

Agung, Leo & T. Suparman. 2012. Sejarah Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Anonim. 2013. Ki Hadjar Dewantara. Diakses pada 3 April 2013 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Hadjar_Dewantara.
Anonim. 2012. Pahlawan. Diakses pada 6 April 2013 dari http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=Pahlawan&opsi=mulai-1.
Ki Sugeng Subagya.Pa Harto dan Hari Pendidikan Nasional. Germari, No. 90/IX/2008.
Poesponegoro, Marwati Djoened & Nugroho Notosusanto. 1993.  Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta: Balai Pustaka.
Ricklefs, M. C.. 2009. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.





0 Comments:

Post a Comment



 

Copyright © PENDIDIKAN + SEJARAH = AKU. Template created by Volverene from Templates Block
WP by Simply WP | Solitaire Online