skip to main |
skip to sidebar
Iqro untuk masa lalu yang dicintai dan untuk pendidikan yang bernilai tinggi
Apakah Sudah Tepat “Hari Pendidikan Nasional” Diperingati Pada Tanggal 2 Mei?
Diposting oleh Marfuah di 4/10/2013 06:42:00 AM
Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 316 Tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional
yang Bukan Hari Libur tertanggal 16 Desember 1959 yang menetapkan hari-hari
nasional bersejarah bagi bangsa Indonesia. Salah satunya ialah dengan
ditetapkannya Hari Pendidikan Nasional pada tanggal 2 Mei. Meskipun ditetapkan
pada tahun 1959, secara efektif peringatan hari pendidikan nasional baru
dilaksanakan tahun 1967 setelah Pak Harto menjabat presiden. Saat itulah
pengakuan atas jasa besar Ki Hadjar Dewantara dalam meletakkan dasar-dasar
sistem pendidikan nasional dinyatakan oleh Pak Harto.
Meskipun
dalam keputusan presiden tersebut tidak secara tegas menyebutkan dasar-dasar
penetepannya, akan tetapi secara tersirat yang dimaksud dengan tanggal 2 Mei
ialah hari kelahiran Ki Hadjar Dewantara. Dapat
dipastikan bahwa ada suatu alasan mengapa tanggal lahir Ki Hadjar Dewantara ditetapkan
sebagai Hari Pendidikan Nasional. Alasan tersebut tentu berkaitan dengan jasa-jasa
Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Nasional.
Raden
Mas Soewardi Soerjaningrat atau Ki Hadjar Dewantara
Raden
Mas Soewardi Soerjaningrat (Suwardi Suryaningrat), sejak 1922 berganti nama menjadi Ki Hadjar
Dewantara. Pergantian nama ini adalah peralihan atau penyempurnaan watak dari satria pinandhita atau kesatria yang berjiwa pendeta ke pandhita sinatria atau pendeta yang bersedia mengangkat senjata untuk membela rakyatnya. Dengan demikian, ditinggalkannya pula gelar kebangsawanannya, yang dirasa akan menjadi penghalang untuk berdekatan dengan “wong cilik”.
Beliau lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889 dan meninggal dunia pada tanggal 26 April 1959. Kancah perjuangan Ki Hadjar Dewantara meliputi dunia politik, jurnalistik, dan pendidikan. Pada dunia politik dan jurnalistik, Beliau lebih dikenal sebagai R.M. Suwardi Suryaningrat.
Beliau lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889 dan meninggal dunia pada tanggal 26 April 1959. Kancah perjuangan Ki Hadjar Dewantara meliputi dunia politik, jurnalistik, dan pendidikan. Pada dunia politik dan jurnalistik, Beliau lebih dikenal sebagai R.M. Suwardi Suryaningrat.
Pada
tanggal 25 Desember 1912, berdirilah Indische Partij sebagai organisasi
pendukung gagasan revolusioner nasional. “Partai Hindia” ini didirikan oleh
Douwes Dekker (Danudirdjo Setyabudhi) serta diperlengkap dengan bergabungnya
dua orang Jawa yaitu Dr. Tjipto Mangunkusumo dan R. M. Suwardi Suryaningrat,
atau yang lebih dikenal sebagai Tiga Serangkai.
Salah
satu tulisan R.M. Suwardi Suryaningrat yang paling terkenal yang dimuat dalam
surat kabar De Express dibawah pimpinan DD, 13 Juli 1913. Tulisannya
yang berupa risalah yang berjudul "Seandainya
Aku Seorang Belanda" (judul asli: "Als ik een Nederlander was"),yang
isinya merupakan sindiran tajam atas ketidak-adilan di daerah jajahan. Karena keanggotaannya dalam Indische
Partij dan aktivitasnya yang menetang
usaha-usaha perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda atas jajahan Perancis dengan
tulisannya tersebut, maka ia diasingkan ke negeri Belanda bersama Dr. Tjipto
Mangunkusumo dan E.F.E. Douwes Dekker (Danudirdjo Setyabudhi) pada tahun 1913.
Dalam pengasingan
pada tahun 1913-1919 tersebut, Beliau aktif dalam organisasi para pelajar asal
Indonesia yaitu Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia). Di sinilah
Beliau merintis cita-citanya memajukan kaum pribumi
dengan belajar ilmu pendidikan hingga memperoleh Europeesche Akte, suatu ijazah
pendidikan yang bergengsi. Dalam studinya ini, Beliau terpikat pada ide-ide
sejumlah tokoh pendidikan Barat, seperti Froebel dan Montessori. Beliau juga mengadakan orientasi tentang Santi Ni Setan ciptaan Tagore di India sebagai pergerakan
pendidikan India. Pengaruh-pengaruh tersebut juga mendasari Beliau dalam
mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.
Sepulang
dari pengangsingan, Beliau bergabung dengan suatu kelompok mistik Jawa di
Yogyakarta yaitu “Gerombolan Selasa Kliwon”. Gerombolan itu terdiri dari R.M. Suwardi Suryaningrat,,
R.M. Sutatmo Surjokusumo, R.M.H. Soorjo Poetro dan Ki Pronowidigdo, yang
dibawah pimpinan Pangeran Surjomataram mempelajari soal-soal kebatinan. Kelompok
mistik ini menganggap perlu diciptakannya suau sistem pendidikan yang
benar-benar bersifat pribumi (yakni yang nonpemerintah dan non-Islam). Oleh karena itu, pada tahun 1922, Suwardi, yang kini memakai nama baru Ki
Hadjar Dewantara,
mendirikan sekolah Taman Siswa yang pertama di Yogyakarta, yang memadukan
pendidikan gaya Eropa yang modern dengan seni-seni Jawa tradisional. Setelah
Taman Siswa berdiri, maka mereka membubarkan diri, karena berpendapat dengan
lahirnya Taman Siswa itu terwujudlah sudah cita-cita mereka.
Bapak Pendidikan Nasional
Perjuangan Ki Hadjar Dewantara
sebagai perintis pendidikan nasional diwujudkan dalam bentuk pendirian
Perguruan Nasional Tamansiswa pada 3 Juli 1922. Mewujudkan sebuah lembaga
nasional pada saat masih dalam cengkraman kekuasaan kolonial bukan saja
tindakan sangat berani tetapi juga penuh resiko.
Memang, sebelum Ki Hadjar
Dewantara mendirikan Tamansiswa sudah ada usaha mencerdaskan anak-anak bangsa
melalui pendidikan. Sebut saja RA Kartini, Wahidin Sudiro Husodo, Moch Syafei,
KH Hasyim Ashari, KH Ahmad Dahlan, tokoh-tokoh pendidikan kristen, katolik dan
pesantren adalah beberapa di antaranya. Tetapi yang menyebut nama dan dasar
serta sistem nasional dan kemudian mewujudkan dan melaksanakan, belum ada.
Datanglah suatu masa kesadaran
pendidikan nasional. Ketika kalangan menengah ke atas pribumi gagal
menyekolahkan anak-anaknya karena Departemen Pengajaran (kolonial) tidak mampu
menyediakan sekolah untuk mereka, maka didirikanlah sekolah swasta. Sekolah
tersebut sistem dan isi pengajarannya tidak berbeda dengan sekolah pemerintah
(kolonial). Tujuannya tiada lain agar anak-anak mereka fasih berbahasa Belanda
untuk mendapatkan jabatan dan gaji yang baik di kemudian hari. Saat itu tidaklah
terpikirkan meningkatkan kebudayaandan kepribadian bangsa sendiri. Itulah yang
menjadi dasar pertimbangan utama Ki Hadjar Dewantara untuk mewujudkan sebuah
sistem pendidikan nasional yang tidak untuk kepentingan kolonialisme. Tujuan
utamanya ialah menanamkan jiwa merdeka bagi anak-anak bangsa pribumi. Dengan
tiada menolak apa yang asing yang berguna untuk memperkaya jiwa bangsanya,
ditumpukan pendidikan pada usaha membangun jati diri bangsa.
Atas jasa-jasanya dalam merintis
pendidikan umum, Beliau pun dinyatakan sebagai Bapak Pendidikan Nasional
Indonesia[ dan hari kelahirannya
dijadikan Hari Pendidikan Nasional. Jadi, apakah sudah tepat Hardiknas
diperingati pada tanggal 2 Mei? Saya rasa tepat, jika mengingat seberapa besar
kontribusi Ki Hadjar Dewantara dalam pendidikan nasional di Indonesia.
Sumber:
Agung,
Leo & T. Suparman. 2012. Sejarah
Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Anonim. 2013. Ki Hadjar Dewantara. Diakses pada 3 April 2013 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Hadjar_Dewantara.
Anonim. 2012. Pahlawan. Diakses pada 6 April 2013 dari http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=Pahlawan&opsi=mulai-1.
Ki Sugeng Subagya. “Pa Harto dan
Hari Pendidikan Nasional”. Germari, No. 90/IX/2008.
Poesponegoro,
Marwati Djoened & Nugroho Notosusanto. 1993. Sejarah
Nasional Indonesia V. Jakarta: Balai Pustaka.
Ricklefs, M. C.. 2009. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta.
Label: Tulisan tentang PENDIDIKAN
0 Comments:
Siapa AKU?
- Marfuah
- Siapa AKU? Ku juga tak tahu...Mereka bilang aku mewarisi gen Kakek ku di darahku.Ku ingin lihat sebarapa banyak ku mewarisinya. Aku ingin ketika namanya disebut, maka namaku dengan bangga di sebut juga...
Tulisanku
Wikipedia
Hasil penelusuran