skip to main |
skip to sidebar
Iqro untuk masa lalu yang dicintai dan untuk pendidikan yang bernilai tinggi
Kontribusi Sistem Pendidikan dari Masa Klasik Sampai dengan Masa Pendudukan Jepang Terhadap Sistem Pendidikan di Indonesia Pada Masa Sekarang
Diposting oleh Marfuah di 4/11/2013 06:42:00 AM
Sistem pendidikan di Indonesia yang
kita kenal sekarang ini bukanlah sistem yang dirumuskan dalam waktu satu malam
saja. Melainkan sistem yang melalui proses yang sangat panjang bersamaan dengan
adanya pendidikan itu sendiri di Nusantara.
Kontribusi Sistem Pendidikan Pada Masa Klasik
Pada pendidikan masa klasik
yaitu semenjak adanya komunitas pendidikan dalam skala kecil, dengan identitas
tradisi dan kepercayaan rakyat setempat–misalnya pesantren dan padepokan-sampai
dengan sebelum terjadinya penjajahan oleh bangsa luar negeri terhadap bangsa
Indonesia. Bangsa kita memiliki tradisi pendidikan yang dikelola oleh
masyarakat atau komunitas yang dipengaruhi oleh adat istiadat, tradisi, budaya,
agama, dan kepercayaannya masing-masing. Zaman kerajaan Hindu telah memunculkan
banyak padepokan dengan resi, begawan, dan empu sebagai tokoh pendidikannya dan
yang juga dikuatkan oleh karya-karyanya. Padepokan yang didirikan.
Di padepokan tersebut, siswa selain diajarkan ilmu
pengetahuan yang bersifat umum, juga diajarkan pula ilmu-ilmu yang bersifat spiritual religius.
Selain itu, mereka harus bekerja memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Setiap padepokan memiliki kekhususan ilmu yang diajarkan, ada
padepokan khusus untuk ilmu kanuragaan atau bela diri, padepokan untuk
kesusastraan, padepokan khusus ilmu pemerintahan, atau juga mencakup semuanya. Hingga sekarang
pun masih dapat dijumpai beberapa padepokan yang berbasiskan pada kekhususan
tersebut. Padepokan merupakan salah satu lembaga pendidikan pada masa Hindu
sebagai salah satu warisan pada masanya dan masih lestari hingga sekarang.
Zaman kerajaan Islam juga
memunculkan banyak pesantren yang konsepnya hampir mirip dengan padepokan pada
masa sebelumnya, dengan wali, kiai, dan ustadz, sebagai tokoh pendidikannya dan
yang juga dikuatkan oleh karya-karyanya. Pesantren dapat dijumpai di berbagai wilayah Indonesia, akan tetapi dengan
sebutan yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang sejarah lokal
masing-masing daerah. Seperti di Sumatera Barat, pesantren disebut dengan
“surau” sementara di Aceh disebut dengan “meunasah”dan “dayah”. Sebutan
pesantren atau pondok pesantren pada mulanya hanya berlaku di Jawa, meskipun
kini sudah dikenal umum. Intinya pesantren adalah tempat belajar bagi para
santri. Pesantren juga disebut “pondok” atau “pondok pesantren”. Singkatnya,
kedua sebutan tersebut mengandung arti lembaga pendidikan Islam yang di
dalamnya terdapat unsur-unsur “kiai” (pemilik sekaligus guru), “santri”
(murid), “masjid” atau “mushalla” (tempat belajar), “asrama” (penginapan
santri), dan kitab-kitab Islam (bahan pelajaran).
Selanjutnya “pesantren” lebih
dikenal karena lembaga ini memiliki kemampuan bertahan dan mengembangkan diri
lebih besar dibandingkan lembaga-lembaga serupa di tempat lain. Sampai sekarang
model pendidikan pesantren masih bertahan di tengah-tengah modernisasi
pendidikan yang telah ada. Pesantren memiliki kontribusi pada sistem pendidikan
sekarang sebagai salah satu dari lembaga-lembaga pendidikan yang telah ada di
Indonesia. Seiring dengan perkembangan zaman, kini banyak pesantren yang menyediakan
menu pendidikan umum dalam pesantren. Kemudian muncul istilah pesantren salafi
(pesantren murni, hanya mengajarkan ilmu agama Islam saja) dan pesantren modern
(selain mengajarkan ilmu agama Islam juga mengajarkan ilmu umum dengan
menggunakan kurikulum).
Kontribusi Sistem Pendidikan Pada Zaman Penjajah hingga Masa
Pendudukan Jepang
Bangsa Barat masuk ke wilayah
Indonesia pada abad ke-16. Kedatangan Bangsa Barat ini, Portugis khususnya
membawa misi agama. Untuk tujuan menyebarkan agama inilah kemudian mereka
mendirikan sekolah. Mengajarkan rakyat pribumi untuk menjadi pekerja agama.
Selain mengajarkan tentang agama, rakyat pribumi juga membaca, menulis, dan
berhitung. Bangsa Belanda yang beragama
Kristen Protestan sambil berdagang juga menyebarkan agamanya. Konteks
penyebaran agama itu menjadi permulaan kebijakan pendidikan kolonial Belanda.
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda baik sebelum maupun sesudah Politik
Etis terdapat beberapa tingkatan dan jenis pendidikan, antara lain: 1)
pendidikan rendah (lagere onderwijs); 2) pendidikan menengah (middlebaar
onderwijs) seperti MULO dan AMS; 3) pendidikan tinggi seperti Sekolah
Dokter Jawa (STOVIA), Sekolah Tinggi Kedokteran (GHS), Sekolah Tinggi Hukum
(RHS), dan Sekolah Tinggi Teknik (THS); 4) sekolah-sekolah kejuruan; dan 5)
sekolah guru. Meskipun dengan adanya Politik Etis, pemerintah kolonial Belanda sudah
mulai memperbaiki pendidikan bagi rakyat bumiputra, akan tetapi kebijakan
pendidikan tersebut masih bersifat diskriminatif.
Pada masa penjajah baik pada
masa Portugis hingga Belanda, para penjajah tersebut memperkenalkan sistem
pendidikan yang berbeda dari yang sebelumnya. Terutama pada masa kolonial
Belanda yang mencolok yaitu tingkatan dan jenis pendidikannya yang hingga
sekarang diadopsi sebagai lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia.
Pada masa pendudukan Jepang,
meskipun pendidikan pada masa tersebut lebih berorientasi kepada perang
pasifik, akan tetapi dualisme dalam pendidikan dihapuskan. Pada masa kolonial
Belanda sebelumnya dikenal dualisme dalam pendidikan yang artiannya menekankan
perbedaan yang tajam anatara pendidikan Belanda dan pendidikan Pribumi.
Meskipun pendidikan pada masa pendudukan Jepang sangat memprihatinkan, akan
tetapi Bahasa Indonesia telah ditetapkan sebagai bahasa resmi dalam pendidikan
tersebut.
Selain tingkatan dan jenis
pendidikan yang diadopsi baik secara kultural dan akibat dari penjajahan,
terdapat pula keberadaan Departemen Agama. Dimana keberadaannya dapat dilihat
sebagai kelanjutan dan perubahan dari kontruksi kolonial tentang urusan
keagamaan yang diletakkan dalam konteks negara.
Ditinjau dari sejarah pendidikan
di Indonesia dari masa klasik hingga masa penjajahan, maka Indonesia memiliki
beragam lembaga pendidikan baik secara kultural dan hasil adopsi pada masa
penjajahan. Sehingga Indonesia memiliki kekhasan tersendiri dengan kuatnya lembaga
pendidikan keagamaan. Sehingga di Indonesia terdapat dua buah mainstream
sistem pendidikan, yaitu sistem pendidikan umum yang dipayungi oleh Departemen
Pendidikan Nasional dan sistem pendidikan keagamaan yang dipayungi oleh
Departemen Agama. Keduanya sama-sama mengelola dan memayungi mulai dari
tingkatan dasar sampai dengan perguruan tinggi.
Sumber:
Agung, Leo & T. Suparman. 2012. Sejarah Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit
Ombak.
Rifa’i, Muhammad.
2011. Sejarah Pendidikan Nasional dari
Masa Klasik hingga Modern. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Subhan, Arief. 2012. Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad ke-20, Pergumulan Antara Modernisasi dan Identitas.
Jakarta: Kencana Prenada Media Droup.
Label: Tulisan tentang PENDIDIKAN
1 Comment:
-
- Anonim said...
6 September 2014 pukul 19.14Wah, lengkap... Bisa buat bahan presentasi ni mbak :d/ heheheh
Siapa AKU?
- Marfuah
- Siapa AKU? Ku juga tak tahu...Mereka bilang aku mewarisi gen Kakek ku di darahku.Ku ingin lihat sebarapa banyak ku mewarisinya. Aku ingin ketika namanya disebut, maka namaku dengan bangga di sebut juga...
Tulisanku
Wikipedia
Hasil penelusuran